Joko Widodo: Citra dan Realita

Profil Joko Widodo sebagai walikota Solo yang cerdas dalam mengelola kotanya mendapat sorotan orang banyak. Melalui program pengelolaan pedagang kaki lima (PKL) namanya mencuat dengan merelokasi PKL tanpa ada kerusuhan. Dibalik keberhasilannya ada analisa yang menarik dalam gaya kepemimpinaan Jokowi. Sebagai seorang pemimpin yang cukup familiar bagi warga kota Solo, kepribadiannya yang menyenangkan merupakan salah satu modal dalam kepemimpinannya. Kepribadian yang terbentuk dari pendidikan, lingkungan keluarga, dan pengalamannya dalam dunia bisnis meubel.

Gaya kepemimpinan

Pada seorang pemimpin biasanya merepakan lebih dari satu gaya kepemimpinan, gaya terkait dengan sikap dan perilaku seorang pemimpin ketika menjalankan kepemimpinanannya. Jika dilihat maka ada beberapa gaya dimana jokowi termasuk didalamnya.

Pertama gaya kepemimpinan transformative yaitu dimana seorang pemimpin dalam pengambilan kebijakan selalu mengajak pihak terkait dengan kebijakan untuk bicara. Pembicaraan yang dilakukan dengan maksuda untuk mewadahi aspirasi secara langsung terkait dengan kebijakan yang akan diterapkan. Selain itu Branding kota Solo sebagai kota investasi dapat memotivasi warganya untuk berkarya, baik melalui karya seni atau produk. Konsep ABG (Akademisi, Bisnismen, Goverment) merupakan grand designnya dalam membangun iklim investasi di kota Solo. Ini adalah cara Jokowi dalam merubah paradigma warga dan pemerintah kota dalam membangun daerahnya. Akademisi  terkait dengan risetnya, bisnismen yang dimaksud adalah pelaku ekonomi dari pedagang kaki lima hingga perusahaan-perusahaan besar, Government adalah pemerintah Kota (PEMKOT). Kerjasama ketiga pihak merupakan kunci untuk memajukan kota Solo.

Kedua, gaya kepemimpinan lain yang digunakan oleh Jokowi adalah transaksional. Dimana setiap kebijakan yang dikeluarkan disertai iming-iming. Semisal pasar di renovasi dengan janji bahwa pasarnya akan lebih laku dan maju serta didirikan koperasi pasar. Janji tersebut memang dipenuhi karena memang iming-iming tersebut yang dapat meredam gejolak penolakan.

Ketiga gaya kepemimpinan otoriter. Jokowi menerapkan Zero Grow Lock,  yaitu mengunci jumlah PKL dalam suatu wilayah. Hal ini dimaksudkan untuk mengendalikan jumlah PKL yang tersebar, jika ada PKL baru yang berjualan disuatu wilayah yang sudah dikunci maka akan segera dipindahkan kewilayah lain sesuai dengam kebijakan DPP (departemen pengelolaan pasar).

Low Profil sekaligus Pencitraan

Kepribadian yang ramah dan santun terbentuk dari kultur pendidikan UGM sebagai unversitas rakyat pada saat itu dan keluarga begitu menurut penuturan Jokowi. Kesederhanaan lingkungan kampus membentuknya menjadi pribadi yang sederhana, lingkungan keluarga pengusaha mebel membentuk etos kerjanya.

Dengan modal kepribadian ini maka Jokowi mampun menangkap momentum dan menempatkan diri pada posisi yang selalu mengangkat namanya. Ketika Banjir melanda Solo, Jokowi segera melauncing ESEMKA hingga ada celetuk “ESEMKA mobil anti banjir” karena launcingnya menutup berita banjir. Jika dilihat dari sisi positifnya ini mampu meredam kecemasan warganya terhadap banjir agar isu tidak membesar. Dari sisi negative  penanganan banjir di kota Solo luput dari pengamatan media. Banjir merupakan langganan setiap tahunnya bagi sebagian warga Solo yang tinggal di kampong Sangkrah, Sewu, Gandekan,dan Semanggi.

Permasalahan sampah, sanitasi, dan lahan parkir masih belum terjamah tertutup melambungnya nama walikota sebagai figur yang sedang dieluk-elukan publik. Tarif parkir yang tidak sesuai dengan perda bisa kita temukan dengan mudah dikota Solo. Bak sampah yang berserakan masih tersimpan disudut-sudut kota terutama di Putri Cempo Mojosongo yang luput sorotan banyak dari media.

*Artikel ini pernah ditebitkan http://www.gema-nurani.com 30 Januari 2012

Tentang Husni
Deputy Research Solo Institute-Indonesia || Kader Himpunan Mahasiswa Islam || solo-institute.org

Tinggalkan komentar