MANUSIA DALAM PERSPEKTIF II

Pendahuluan

Masalah manusia adalah masalah terpenting dari segala masalah[1], begitu cuplikan dari buku Tugas Cendekiawan Muslim karya DR. Ali Shariati. Bukan tanpa alasan statment tersebut, karena memang dalam perjalanan peradaban manusia sejarah menulis bahwa sejarah peradaban manusia adalah runtutan penindasan demi penindasan. Hingga pada suatu masa di abad 15 dan 16 muncul sebuah penghidupan kembali kebudayaan Yunani di Eropa atau lebih populer disebut dengan renaisance tonggak awal humanisme di Eropa.

Munculnya humanisme di Eropa merupakan reaksi atas penindasan agama-agama terdahulu atas manusia dengan menganggap rendah derajat manusia dihadapan semesta, sehingga manusia harus rela berkorban atau dikorbankan untuk para dewa atau Tuhan. Maka muncullah Humanisme sebagai bentuk pemujaan atas manusia yang selama ini dianggap tanpa daya dihadapan Tuhan, manusia determinis.

Antroposentrik (antrophikos: manusia, kentron: pusat) atau manusia sebagai pusat dan tujuan akhir alam semesta[2] merupakan pendekatan yang digunakan humanisme dalam memandang segala sesuatu. Pada hakikatnya munculnya humanisme adalah reaksi keras terhadap filsafat Skolastik dan Agama Kristen pada Zaman Pertengahan. Sebagai suatu paham universal humanisme menjadi fondasi dari perdaban modern di Barat.

Menurut Fithjof Schoun manusia dicirikan oleh suatu intelegensi sentral atau total, bukan sekedar parsial atau pinggiran, kedua ditandai kehendak bebas bukan sekedar insting, ketiga dicirikan oleh kemampuan mengasihi dan ketulusan, bukan sekedar refleks-refleks egosentris[3]. Hal inilah yang memungkinkan perlawanan manusia terus berlanjut terhadapa penindasan manusia.

Akan tetapi perlawanan atas nama manusia ini bukanlah tanpa cela, mereka yang mengatas namakan kemanusiaan tidaklah luput dari penindasan terhadap manusia lainnya. Humanisme yang lahir di Eropa pun melahirkan kolonialisme dan imperealisme dengan tujuan tak lepas dari Glory, Gospel, dan Gold ke seluruh penjuru dunia. Sebutlah Prancis, Inggris, Jerman, Portugis, Italia dan beberapa negara Eropa lainnya merupakan penjajah kelas kakap yang memperpanjang penjajahan terhadap sesama manusia. Jika dulu manusia dipenjarakan oleh dogma Agama, saat ini manusia dipenjarakan oleh nafsu berkuasa atas sesamanya. Baca pos ini lebih lanjut